Pada jaman
dahulu kala hiduplah sepasang suami istri yang bekerja sebagai petani dengan
seorang putri anak semata wayangnya. Mereka bertiga hidup bahagia disebuah desa
yang sangat subur yang terletak kira-kira 4km disebelah timur Kota Lumajang.
Desa tersebut terkenal subur karena hampir disetiap lahan yang ada dapat
terjangkau oleh aliran sungai yang melintas di desa tersebut.
Konon pada
suatu hari datanglah seorang pemuda yang ingin melamar putri dari petani
tersebut. Tetapi sunggu diluar dugaan ternyata pemuda tersebut tidak bisa
membaca syahadat. Padahal membaca syahadat merupakan syarat untuk memperistri
anak petani tersebut.
Akhirnya
dengan berbagai pertimbangan maka diputuskanlah bahwa pemuda tersebut (mantu)
harus menjalani hukuman dengan merendam diri (bahasa Jawa = Kum-Kum)
disumber "kutub" yang terletak di Dusun Munder, sampai
dia bisa membaca syahadat. Dengan kejadian itu maka sang petani pun berujar
kepada keluarganya bahwa kalau ada berkembangnya jaman, maka desa ini akan
dinamakan desa TUKUM yang berasal dari suku kata TU (diambil dari kata = manTU)
dan KUM (diambil dari kata = KUM-KUM)
Demikianlah
sejarah singkat tentang asal usul nama TUKUM yang dipakai sebagai nama desa hingga
saat ini.
Sedangkan
Desa Tukum resmi menjadi sebuah desa yang definitif pada jaman Pemerintahan
Belanda tepatnya pada tahun 1866 yang dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang
pertama yaitu P. Dosiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar